CONTOH
TINGKATAN ETIKA BISNIS MASYARAKAT
Pada mulanya norma
terbentuk secara tidak terencana. Pada saat itu, norma hanya sebagai
konsekuensi hidup bersama. Aturan atau norma ini hanya berupa perintah lisan
dari orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Lama-kelamaan, perintah
lisan tersebut berkembang menjadi aturan atau norma tertulis yang sengaja
dibuat agar lebih mudah dipelajari dan tidak mudah untuk berubah-ubah. Dengan
demikian, diandaikan akan adanya kepastian dalam pelaksanaannya. Sebagai
contoh, dalam praktik jual beli, pada mulanya perantara (calo) tidak mendapat
keuntungan dari penjual maupun pembeli. Apabila ada imbalan, itu hanya sebatas
kerelaan saja. Namun, lama-kelamaan perantara tersebut mendapat bagian
keuntungan dan imbalan jasa dengan jumlah tertentu dari transaksi yang terjadi.
Akhirnya, memberi upah bagi calo merupakan sesuatu yang lazim berlaku dalam
proses jual beli.
Dilihat dari kekuatan mengikat terhadap anggota
masyarakat, norma dibedakan menjadi beberapa tingkatan, yaitu cara, kebiasaan,
dan tata kelakuan.
1.
Cara (usage)
adalah norma yang paling lemah daya pengikatnya karena orang yang melanggar
hanya mendapat sanksi dari masyarakat berupa cemoohan atau ejekan saja. Cara
atau usage menunjuk pada suatu perbuatan yang berkaitan dengan hubungan
antarindividu dalam masyarakat. Sebagai contoh, ketika sedang makan orang yang
bersendawa atau mengeluarkan bunyi tertentu sebagai tanda kenyang. Tindakan
tersebut bagi masyarakat tertentu dianggap tidak sopan. Sanksi terhadap
tindakan ini berupa sikap tersinggung dan cemoohan.
Misalnya, bersendawa dengan keras di
kelas, cara berpakaian yang tidak sesuai dengan tempatnya, dan lain-lain.
2. Kebiasaan (folkways) adalah suatu aturan
dengan kekuatan mengikat yang lebih kuat daripada usage karena kebiasaan
merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi bukti bahwa
orang yang melakukannya menyukai dan menyadari perbuatannya. Kebiasaan ini
apabila dilakukan oleh sebagian besar anggota masyarakat disebut dengan tradisi
dan menjadi identitas atau ciri masyarakat yang bersangkutan.
Contoh:
• Kebiasaan menghormatd dan mematuhi orang
yang lebih tua.
• Kebiasaan menggunakan tangan kanan apabila
hendak memberikan sesuatu kepada orang lain.
• Kebiasaan mengunjungi kerabat yang lebih
tua pada hari raya keagamaan.
Misalnya: berpamitan
kepada orang tua ketika keluar rumah, memberikan salam ketika bertemu dengan
orang yang dikenal, dan lain-lain.
3. Tata Kelakuan (mores) adalah aturan yang
sudah diterima masyarakat dan dijadikan alat pengawas atau kontrol, secara
sadar atau tidak sadar, oleh masyarakat kepada anggota- anggotanya. Tata
kelakuan mengharuskan atau melarang anggota masyarakat untuk menyesuaikan
tindakan terhadap apa yang berlaku. Pelanggaran terhadap tata kelakuan akan
diberi sanksi berat seperti diarak di depan umum atau bahkan dirajam.
Contoh:
• Larangan buang air kecil di sembarang
tempat.
• Larangan berzina
contoh: mempekerjakan
anak dibawah umur, suka melakukan perampasan/pemalakan, suka bertindak
kekerasan, dan lain-lain.
4. Adat istiadat (Customs)
Tata kelakuan yang
kekal dan kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat dapat mengikat
menjadi adat istiadat (customs). Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan
yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat
kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Pelanggaran terhadap adat istiadat
ini akan menerima sanksi yang keras dari anggota lainnya.
Misalnya larangan masyarakat Bali untuk mencuri bila
ketahuan tangannya kan dipotong, larangan perkawinan antar kerabat, makan
daging manusia, dan lain-lain.
Jadi, dapat ditegaskan bahwa norma sosial adalah
aturan-aturan dengan sanksi-sanksi sebagai pedoman untuk melangsungkan hubungan
sosial dalam masyarakat yang berisi perintah, larangan, anjuran agar seseorang
dapat bertingkah laku yang pantas guna menciptakan ketertiban, keteraturan, dan
kedamaian dalam bermasyarakat. Dalam memberikan sanksi bagi pelanggaran
terhadap norma, ada berbagai cara tergantung pada tingkatan norma mana yang
dilanggar.